"AKU KU" dengan Inginku
Semestinya banyak yang harus aku sukuri dalam hidup ini. Anak
yang lucu, suami yang baik. Kerja yang jauh dari tekanan, kerja di suatu
organisasi profesi tak menuntutku untuk bekerja full time, keseringannya hari-hariku
di kantor bermain dengan Najmi. Alangkah indahnya dunia… Harusnya… namun nyatanya
tidak. Ternyata sifat manusia yang menuntutku berkeinginan yang lain. Entahlah
semacam cita-cita, tapi kurasa juga bukan. Aku tak berani mengatakan bahwa itu
suatu cita-cita, karena dari dulu saat orang bertanya akan cita-cita, tak ada jawaban
pasti dan mantap yang bias aku lontarkan. Yaaaaa cukuplah aku sebut sebagai
sebuah keinginan.
Semestinya aku bisa tersenyum manis dengan penghasilan
setiap bulan tanpa kerjaan yg terlalu berat masih bisa menemani si kecil pula
seharian, tapi hati kecilku berkata sepertinya ada yang lain yang aku inginkan.
Lalu…? Biar aku sedikit bercerita dan berbangga dengan aku ku dulu (halahh).
Dari kecil aku di didik oleh Mamah terbaik, aku tak masuk TK
karena terlalu jauh dari tempat tinggalku. Namun ketika aku masuk SD semua kemampuan
yang dimiliki teman-temanku yang notabene masuk TK aku pun punya, bahkan lebih
(sombongku). Aku bisa membaca, aku bisa menghitung mungkin nyanyi-nyanyi khas
anak TK saja yang tak ku bisa. Semua karena didikan Mamahku… Hingga SD-SMP
berlanjut aku selalu mampu menduduki peringkat 1 dengan berulangkali beasiswa. Masa
SMA tiba masuk kelas favorit, mimpi buruk ku rasanya semua siswa berprestasi dari
berbagai SMP berkumpul jadi 1, haishhhh aku cm mampu meraih peringkat 4 selama
kelas 1, pun kejadian yang sama saat aku naik kelas 2 dijebloskan lagi ke kelas
favorit selalu rangkingku mentok di 4. Heyyyy… kalau begini caranya aku tak
mendapat beasiswa T____T sempat kecewa beberapa kali, banyak temanku di kelas
biasa (bukan favorit) mendapat beasiswa karena peringkat 1 namun ternyata nilai
mereka jauh di bawahku (huhuhu hanya gigit jari saja). Kelas 3 sama saja meski taka
da kelas favorit, aku di haruskan masuk kelas IPA yang mana sebagian besar
teman-temanku saingan di kelas favorit terdahulu (habis sudah keinginan
beasiswaku). Oke lah tak masalah… Meski begitu bagiku masa SMP SMA adalah masa “AKU
KU” aku yang sebenar-benarnya, yang berani tampil di umum, ngemsi (jd MC maksudnya
haha). Moderator dalam diskusi panel, pidato bahkan sempat jadi penyiar radio lokal
(duluuuuuuuuu banget). Aktif di setiap kegiatan eskul, sempat pula jadi wakil
OSIS di SMA dan jabatan paling berarti di SMP adalah Pratama untuk kegiatan
Pramuka. Serasa dunia berpihak terhadapku. Ya memang itulah aku yang
semestinya, duluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu….
Saatnya menginjak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
nilaiku lumayan namun sayang secara ekonomi antara mampu dan tidak untuk
meneruskan ke perkuliahan. Yasudah aku yang mengalah, cukup tahu dan mengerti
kondisi kedua orang tua ku, meski para guru beberapa kali membujuk melihat
nilai dan potensiku. I give up, sementara adik ku masuk SMA pula, terlalu berat
beban mereka. Meski sempat protes sama Tuhan, kenapa aku dibedakan dengan
teman-teman yang mudah melanjutkan sementara aku tidak, lalu nilai-nilai
bagusku? potensiku? Sementara mereka yang biasa saja? Aahhh tapi itu sesaat
saja
Singkat cerita dengan dibantu saudara aku pun bisa mengenyam
D1, meski dengan berbagai syarat. “AKU KU” semakin pudar saat itu, seolah
berubah menjadi orang yang baru dan jauh dari “AKU KU” terendap entah menguap semua "kebisaanku", namun terus kujalani
demi sekolahku, kulupakan “AKU KU” mulai kutinggalkan inginku, dan aku lupa
tentang cita-citaku, mungkin memang sedari dulu aku tak tahu cita-cita itu
hmmmm…. Perlahan aku bekerja selepas D1, merayap loncat sana sini melanjutkan
kuliahku hingga sampai sudah S1. Alhamdulillah…
Pada akhirnya saat yang paling mengharukan adalah ketika aku
mengikat janji suci bersama suamiku, dengan begitu berarti aku membuang semua
kesedihan, sepiku, ratap yang jarang terungkap saat masa kuliah dan kerjaku.
Karena ada dia, sahabat ku suami ku. Hilang semua berganti dengan senyum tawa.
Hingga kini muncul satu jundi penyejuk jiwa, bertambahlah istimewa. Namun tak
serta merta mengembalikan “AKU KU” yang dulu.
Belakangan aku iseng baking cooking dengan berbagai resep
yang kutemukan, tak dinyana kurasa aku menemukan sekeping jiwa “AKU KU” meski
belum utuh. It’s feel like my passion. Seperti kemampuanku kembali meski tak
menjadi konsumsi umum, rasanya hampir mirip. Semenjak itu aku mulai berani
menatap inginku (namun bukan cita-cita). Aku ingin semakin mahir di bidang itu,
aku ingin menghasilkan sesuatu, mungkin bisa berujung di suatu toko. Toko ku
(mungkin) atau toko orang lain (bisa jadi). Itu inginku… I’m crazy to learn
baking cooking..
Diluar semua itu kusyukuri semua nikmat yang telah diberiNYA…
Now let’s see and let it be..
Komentar
Posting Komentar