Tentang Suatu Pilihan...
Kata orang hidup adalah pilihan…
Sepertinya memang demikian adanya, aku salah satu orang yang berpendapat sama.
Kisah hidup memang sudah ditakdirkan Allah dalam Lauh Mahfudz namun likunya
terkadang kita sendiri yang merubahnya. Sementara resiko selalu muncul
mengikuti setiap pilihan dalam hidup, tidak bisa tidak!!! Resiko selalu muncul
dibelakangnya. Jadi berhati-hatilah dalam memilih.
Beberapa saat kebelakang ada yang
bertanya kepadaku. Seorang yang tahu tentang keadaan ekonomiku yang seadanya
(namun belum cukup tahu dan sepertinya tak akan kuberitahu bagaimana sebenar-benarnya,
hidup tak bisa dan tak melulu diukur dengan materi bung..!!).
Dia bertanya “Teh.. (panggilan
kepadaku karena kebetulan aku terlahir dari ras Jawa Barat) suka mikir nggak
kalo ngga punya uang, gak seperti orang2 yang kemana-mana naik turun mobil.
Suka kepikiran nyesel nggak dengan pernikahan teteh?” (Njlebbbb…. Tahan nafas
dulu biar gak panik ngadepin pertanyaan seperti ini haha). I know what you mean
boy.. so simple because life is choice. Sejenak berfikir keras kalimat apa yang
harus dilontarkan agar dia memahami maksudku yang kemungkinan besar sangat
kontra dengannya.
Aku jawab “Ketika aku memutuskan
menikah dengan pilihanku sendiri maka berarti aku siap menanggung resiko yang
ikut dengannya (suamiku) juga denganku ketika kami bersama. Adapun ketika aku
memilihnya, seorang yang mungkin belum mencapai kemapanan sempurna bukanlah
suatu persoalan, mesti tak bisa dipungkiri bahwa kemapanan salah satu penunjang
kehidupan. Lalu adakah takaran kemapanan? Mobil mewah? Rumah Elite? Harta
banyak? Itu semua bukan jaminan kemapanan terpenuhi. Tak ada takaran pasti, layaknya
kita menilai cantik atau tampan, relatif bukan?
Bagiku memilih pendamping bukan
hanya tujuan dunia, tapi inginnya sampai diakherat sana (Aamiin Ya Allah,
persatukan kami di syurgaMu kelak). Banyak perempuan yang memilih menikah
dengan orang kaya, bagi mereka cinta bisa mengikuti (lalu seandainya tidak
muncul? Apa seumur hidup harus menggadaikan perasaan demi harta?) aishhh… itu
bukan aku banget. Seorang pendamping itu bagiku harus mengayomi, melindungi,
tercipta rasa kasih sayang saat kita saling berpandangan, saling menjaga, saling
mengingatkan tentu nafkah pun harus menjadi syarat salah satunya (tapi tidak
harus kaya raya, secukupnya saja, sewajarnya saja. Yang penting kami mensyukuri
setiap nikmat dan barokahNya). Dengan begitu hidup terasa lebih bahagia.
Dia pun terlihat manggut-manggut,
namun dari raut muknya aku tahu banyak komentar berlawanan yang ingin dia
berikan, terbukti dengan celetukannya… “Kalau aku jadi teteh dan jadi perempuan, aku mau nyari
orang yang bermobil hehe..” (hadehhhh… benerkan sepertinya kita memang bertolak
belakang). Aku hanya berujar “asal jangan ketipu aja niat hati pengen dapet bos
eh ternyata cuma sopir” :p
Back to the theme… Hidup adalah
pilihan, pilihan mu sewajarnya tak sama denganku, jika boleh berpesan hati-hatilah
dengan pilihanmu dan bersiap-siaplah dengan resiko dalam pilihanmu… Apapun itu…
PS : sampai detik ini kusyukuri
pilihanku… beruntung lebih banyak tercipta suka daripada duka, meski kami tak
(belum hehe) dipercayakan banyak harta :D
Alhamdulillah.. you could call me a happy
family (Insya Allah)
Komentar
Posting Komentar